****ORANG YANG SALAH TAPI SELALU MENCARI KEBENARAN ADALAH ORANG YANG BODAH****

Selasa, 08 Maret 2011

ASUHAN KEPERAWATAN GAGAL JANTUNG

1. Pengertian
Gagal jantung adalah
Suatu keadaan patofisiologis berupa kelainan jantung sehingga jantung tidak
mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan
atau kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolic secara
abnormal.
Fakror predisposisi gagal jantung adalah
Penyakit yang menimbulkan penurunan fungsi ventrikel ( seperti penyakit arteri
koroner, hipertensi, kardiomiopati, penyakit pembuluh darah, atau penyakit
jantung congenital ) dan keadaan yang membatasi pengisian ventrikel ( stenosis
mitral, kardiomiopati, atau penyakit pericardial ).
Faktor pencetus termasuk meningkatnya asupan garam, ketidak patuhan menjalani pengobatan anti gagal jantung, infark miokart akut, ( mungkin yang tersembunyi ) , serangan hipertensi, aritmia akut, infeksi atau demam, emboli paru, anemia, tirotoksitosis, kehamilan dan endokarditis infektif.
2. Manifestasi Klinis
Berdasarkan bagian jantung yang mengalami kegagalan pemompaan, gagal jantung terbagi atas gagal jantung kiri, gagal jantung kanan, gagal jantung kongestif.Gejala dan tanda yang timbulpun berbeda sesuai dengan pembagian tersebut.
Pada gagal jantung kiri terjadi dyspneu d’ effort, fatig, ortopnea, dispnea noktural paroksimal, batuk, pembesaran jantung, irama derap, ventricular heaving, bunyi derap S 3 dan S4, pernafasan Cheyne Stokes, takikardi, pulsus alternans, ronkhi dan kongesti vena pulmonalis.
Pada jantung kanan timbul fatig, edema, liver engorgement, anoreksia dan kembung. Pada pemeriksaan fisik bisa didapatkan hipertropi jantung kanan, heaving ventrikel kanan, irama derap atrium kanan, murmur, tanda – tanda penyakit paru kronik,tekanan vena jugularis meningkat,bunyi P2mengeras, asites, hidrotoraks, peningkatan tekanan vena, hepatomegali, dan edema pitting.
Sedang pada gagal jantung kongestif terjadi manifestasi gabungan gagal jantung kiri dan kanan.

New York Health Asociation ( NYHA ) membuat klasifikasi fungsional dalam 4 kelas
Kelas 1 : Bila pasien dapat melakukan aktifitas berat tanpa keluhan.
Kelas 2 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas lebih berat dari aktifitas
sehari – hari tanpa keluhan.
Kelas 3 : Bila pasien tidak dapat melakukan aktifitas sehari – hari tanpa keluhan.
Kelas 4 : Bila pasien tidak dapat melakukan sama sekali aktifitas apapun dan
harus tirah baring.
3. Diagnosis Gagal Jantung Kongestif ( Kriteria Framingham )
Ktiteria Mayor
1. Dispnea noktural paroksimal atau ortopnea
2. Peningkatan tekanan vena jugularis
3. Ronkhi basah tidak nyaring
4. Kardiomegali
5. Edema paru akut
6. Irama derap S3
7. Peningkatan tekanan vena > 16 cm H2O
8. Refluks hepatojugular
Kriteria Minor
1. Edema pergelangan kaki
2. Batuk malam hari
3. Dyspneu d’ effort
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
6. Kapasitas vital berkurang menjadi 1/3 maksimum
7. Takhi kardi ( > 120 x / menit )
Kriteria mayor atau minor
Penurunan berat badan > 4,5 kg dalam 5 hari setelah terapi.
4. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan foto thoraks dapat mengarah kardiomegali, corakan vascular paru menggambarkan kranialisasi, garis Kerley A / B, infiltrate prekordial kedua paru,dan efusi pleura. Fungsi elektrokardiografi ( EKG ) untuk melihat penyakit yang mendasariseperti infark miokard dan aritmia. Pemeriksaan lain seperti pemeriksaan Hb , elektrolit dan ekokardiografi, angiografi, fungsi ginjal dan fungsi thyroid dilakukan atas indikasi.

5. Penatalaksanaan
1. Meningkatkan oksigenasi dengan pemberian oksigen dan menurunkan konsumsi O2
melalui istirahat / pembatasan aktifitas.
2. Memperbaiki kontratilitas otot jantung
* Mengatasi keadaan yang reversible, termasuk tirotoksitosis, miksedema, dan
aritmia.
* Digitalisasi
a. Dosis digital
* Digoksin oral untuk digitalisasi cepat0,5 – 2 mg dalam 4 – 6 dosis
selama 24 jam dan dianjurkan 2x 0,5 mg selama 2 – 4 hari
* Digoksin IV 0,75 – 1 mg daloam 4 dosis selama 24 jam
* Cedilanid IV 1,2 – 1,6 mg dalam 24 jam
b. Dosis penunjang untuk gagal jantung : digoksin 0,25 mg sehari . Untuk
pasien usia lanjut dan gagal ginjal dosis disesuaikan.
c. Dosis penunjang digoksin untuk fibrilasi atrium 0,25 mg
d. Digitalisasi cepat diberikan untuk mengatasi edema pulmonal akut yang
berat :
* Digoksin 1 – 1,5 mg IV perlahan -lahan
* Cedilanid 0,4 - 0,8 mg iv perlahan –lahan

Cara pemberian digitalis
Dosis dan cara pemberian digitalis bergantung pada beratnya gagal jantung. Pada gagal jantungberat dengan sesak nafas hebat dan takhikardi lebih dari 120 x / menit , biasanya diberikan digitalisasi cepat. Pada gagal jantung ringan diberikan digitalisasi lambat. Pemberian digitalisasi per oral paling sering dilakukan karena paling aman. Pemberian dosis besar tidak selalu perlu, kecuali bila diperlukan efek maksimal secepatnya, misalnya pada fibrilasi atrium rapit response. Dengan pemberian oral dosis biasa ( pemeliharaan ) , kadar terapeutik dalam plasma dicapai dalam 7 hari. Pemberian secara intra vena hanya dilakukan pada keadaan darurat , harus dengan hati – hati, dan secara perlahan – lahan .

Kontra Indikasi penggunaan digitalis
• Keadaan keracunan digitalis berupa bradikardi , gangguan irama,dan konduksi jantung berupa blok AV derajat II da III , atau ektrasistolik ventricular lebih dari 5 kali / menit. Gejala lain yang ditemui pada intoksikasi digitalis adalah anoreksia, mual , muntah , diare dan gangguan penglihatan.
• Kontraindikasi relative : penyakit kardio pulmonal, infark miokart akut ( hanya diberi peroral ) , idiopathic hypertropik subaortic stenosis, gagal ginjal ( dosis obat lebih rendah ) , miokarditis berat, hipokalemia, penyakit paru obstruksi kronik, dan penyertaan obat yang menghambat konduksi jantung.
Dalam pengobatan ibntoksikasi digitalis digunakan dilantin 3 x 100 mg sampai tanda – tanda toksik mereda.
3. Menurunkan beban jantung
* Menurunkan beban awal dengan diet rendah garam, diuretic, dan vasodilator.
a. Diet rendah garam
Pada gagal jantung dengan NYHA kelas IV , penggunaan diuretic, digoksin dan
penghambat angiotensin converting enzyme ( ACE ) diperlukan mengingat usia
harapan hidup yang pendek . Untuk gagal jantung kelas II dan III diberikan :
1. Diuretik dalam dosis rendah atau menengah ( furosemid 40 – 80 mg )
2. Digoksin pada pasien fibrilasi atrium maupun kelainan irama sinus
3. Penghambat ACE ( katopril mulai dari dosis 2 x 6,25 mg atau setara penghambat ACE yang lain, dosis ditingkatkan secara bertahap dengan memperhatikan tekanan darah pasien ) ; isosorbit dinitrat ( ISDN ) pada pasien dengan kemampuan aktifitas yang terganggu atau adanya iskemia yamg menetap, dosis dimulai 3 x 10 – 15 mg. Semua obat ini harus dititrasi secara bertahap.
b. Diuretik
yang digunakan furosemid 40 – 80 mg . Dosis penunjang rata – rata 20 mg. Efek
samping berupa hipokalemia dapat diatasi dengan suplai garam kalium atau diganti
dengan spironolakton. Diuretik lain yang dapat digunakan antara lain
hidroklorotiasid, klortalidon, triamteren, amilorit dan asam etakrinat.
Dampak diuretic yang mengurangi beban awal tidak mengurangi curah jantung
atau kelangsungan hidup, tetapi merupakan pengobatan garis pertama karena
mengurangi gejala dan perawatan di rumah sakit. Penggunaan ACE bersama diuretic
hemat kalium maupun suplemen kalium harus berhati – hati karena memungkinkan
timbulnya hiperkalemia.
c. Vasodilator
* Nitrogliserin 0,4 – 0,6 mg sublingual atau 0,2 – 2 ug / kg BB / menit iv
* Nitroprusid 0,5 ug/ kg BB / menit iv
* Prazosin per oral 2 – 5 mg
* Penghambat ACE : katopril 2 x 6,25 mg
Dosis ISDN adalah 10 – 40 mg per oral atau 5 – 15 mg sublingual setiap 4 – 6 jam .
Pemberian nittrogliserin secara intra vena pada keadaan akut harus dimonitor ketat dan
dilakukan di ICCU.
Katopril sebaiknya dimulai dari dosis kecil 6,25 mg. Untuk dosis awal ini perlu
diperhatikan efek samping hipotensi yang harus dimonitor dalam 2 jam pertama
pemberian . Jika secara klinis tidak ada tanda – tanda hipotensi maka dosis ditingkatkan
secara bertahap sampai 3 x 25 – 100 mg. Katopril dapat menimbulkan hipokalemia dan
gangguan fungsi ginjal. Dosis awal enapril 2 x 2,5 mg dapat dinaikkan perlahan –lahan
sampai 2 x 10 mg.
* Menurunkan beban akhir dengan dilator arteriol.
5. DIAGNOSA KEPERAWATAN

DP I : Kelebihan volume cairan sehubungan dengan retensi natrium / air
Tujuan : kelebihan volume cairan dapat diatasi
Intervensi
Mandiri
- Pantau keluaran urine , catat jumlah dan warna saat hari dimana diuresis terjadi.
- Pantau / hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam
- Pertahankan duduk atau tirah baring dengan posisi semi fowler selama fase akut
- Buat jadual pemasukan cairan , digabung dengan keinginan minum bila
mungkin.
- Timbang berat badan tiap hari
- Kaji distersi leher dan pembuluh darah perifer . Lihat area tubuh dependen untuk
edema dengan atau tanpa pitting , catat adanya edema tubuh umum ( anasarka )
- Ubah posisi dengan sering tinggikan kaki bila duduk. Lihat permukaan kulit ,
pertahankan tetap kering dan berikan bantalan sesuai indikasi.
- Auskultasi bunyi nafas, catat penurunan dan atau bunyi tambahan , contoh
krekels , mengi. Catat adanya peningkatan dispnea, takhipnea, orthopnea,
dispnea noktural paroksimal, batuk persisten
- Selidiki keluhan dispnea ektern tiba –tiba , kebutuhan untuk bangun dari duduk,
sensasi sulit bernafas, rasa panic atau ruangan sempit
- Pantau TD dan CVP ( bila perlu )
- Kolaborasi
- Pemberian oral sesuai indikasi
Diuretik contoh furosemid ( lasik ) = Gumetamide ( bomek )
Thiasid debgan agen pelawan kalium , contoh spirondakton ( aldakton )
Tambahan kalium contoh K dur
- Mempertahankan cairan / pembatasan natrium sesuai indikasi
- Pantau foto thorak
- Kaji dengan torniket rotasi / flebotomi , dialysis atau ultrafiltrasi sesuai indikasi.

DP II : Resiko tinggi terdadap integritas kulit sehubungan dengan oedema
Tujuan : Kerusakan integritas kulit tidak terjadi.
Intervensi
- Mandiri
- Lihat kulit , catat penonjolan kegemukan atau kurus
- Pijat area kemerahan atu memutih
- Ubah posisi sering di tempat tidur / kursi , Bantu latihan rentang gerak pasif /
aktif.
- Berikan perawatan kulit sering , meminimalkan dengan kelembapan atau ekresi
- Periksa sepatu kesempitan / sandal dan ubah sesuai kebutuhan
- Hindari obat intra muskuler
- Kolaborasi
- Berikan tekanan alternative/ kasur, kulit domba, perlindungan siku/ tumit.
DP III. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hipernia
Tujuan : Pola nafas efektif
Intervensi :
- Kaji factor –faktor penyebab
- Hilangkan atau kurangi factor –faktor penyebab
- Mulai dengan penyuluhan kesehatan
DP IV Resiko tinggi kerusakan pertukaran gas berhunbungan dengan perubahan
membran kapiler alveolus ( pengumpulan / perpindahan cairan kedalam area
interstisil/ alveoli )

Tujuan : Kerusakan pertukaran gas tidak terjadi
Intervensi
- Auskultasi bunyi nafas,catat krekels,mengi
- Anjurkan klien batuk efektif, nafas dalam
- Dorong perubahan posisi sering
- Pertahankan duduk dikursi / tirah baring dengan kepala tempat tidur tinggi 20 -30 derajat,posisi fowler,sokong tangan dengan bantal
- Pantau / gambaran GDA,
- Berikan O2 sesuai indikasi
- Berikan obat sesuai indikasi.
DP V Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan menurunnya nafsu makan sekunder terhadap : mual,munytah,anoreksia
Tujuan : Perubahan nutrisi dapat teratasi
Intervensi
- Kaji factor penyebab
- Kurangi atau hilangkan factor-faktor penyebab bila memungkinkan
- Tingkatkan makanan yang dapat merangsang makan dan tingkatkan konsumsi protein.
PATWAYS


DAFTAR PUSTAKA

1. E.Doengoes Marilynn dkk RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN Edisi ketiga Penerbit Buku Kedokteran EGC jakarta
2. Hendarwanto,1996 ILMU PENYAKIT DALAM Jelid I Edisi 3 Balai Penerbit FKUI
Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar